Transformasi digital bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Kabupaten Sumbawa sudah menetapkan target besar dalam RPJMD 2025–2029: tata kelola pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) sebagai fondasi pelayanan publik modern. Pertanyaannya: apakah Sumbawa siap benar-benar berlari di jalur digital ini?
Di atas kertas, roadmap SPBE terlihat ambisius: dari perencanaan arsitektur digital (2025), portal layanan publik terpadu (2026), integrasi sistem lintas OPD (2027), hingga pelayanan cerdas berbasis AI dan IoT (2029). Target Indeks SPBE juga dipatok naik dari 2,16 (cukup) menjadi 3,25 (baik sekali). Jika tercapai, ini lompatan luar biasa.
Namun realitas di lapangan sering kali lebih keras dari dokumen. Infrastruktur jaringan masih timpang, terutama di desa-desa pegunungan. Banyak OPD masih nyaman dengan budaya kerja manual, enggan meninggalkan berkas kertas yang dianggap “lebih aman”. SDM TIK juga terbatas—ASN yang cakap digital jumlahnya tak sebanding dengan kebutuhan sistem yang kian kompleks.
Di sinilah pentingnya political will dan konsistensi. Digitalisasi bukan sekadar beli server atau bikin aplikasi, tapi perubahan mindset. ASN harus diberi insentif, bukan sekadar beban kerja baru. Masyarakat perlu dilibatkan sejak awal, karena pelayanan publik digital hanya berguna jika warga mampu dan mau mengaksesnya.
Langkah berani yang patut dipertimbangkan adalah membangun Command Center Kabupaten Sumbawa—pusat kendali digital yang mengintegrasikan data, layanan, dan pengawasan. Selain itu, kebijakan Desa Digital harus dipercepat. Tak ada gunanya SPBE di tingkat kabupaten berjalan mulus jika di tingkat desa warga tetap harus antri berjam-jam hanya untuk mengurus surat.
SPBE sejatinya adalah alat, bukan tujuan. Tujuan besarnya adalah pemerintahan yang transparan, cepat, dan melayani. Jika roadmap digitalisasi ini dijalankan dengan konsisten, Sumbawa bukan hanya bisa mengejar indeks SPBE “baik sekali”, tapi juga melahirkan model pemerintahan daerah yang menjadi contoh bagi NTB bahkan Indonesia timur.
Digitalisasi adalah jalan panjang. Jalan itu mungkin berliku, penuh tantangan, bahkan berbiaya mahal. Tapi satu hal pasti: tanpa keberanian melangkah, Sumbawa akan tertinggal.





